I.KONSERVASI
adalah pelestarian atau perlindungan. Secara harfiah, konservasi berasal dari bahasa Inggris, (en)Conservation yang artinya pelestarian atau perlindungan.

Tujuan Konservasi
- Mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan aliran permukaan.
- Memperbaiki tanah yang rusak/kritis
- Mengamankan dan memelihara produktivitas tanah agar tercapainya produksi setinggi-tingginya dalam waktu yang tidak terbatas
- Meningkatkan produktivitas lahan usahatani

KONSERVASI TANAH
Menjaga struktur tanah agar tidak terdispersi.
Mengatur kekuatan gerak dan jumlah aliran permukaan.

Pendekatan:
1.Menutup tanah, dengan tumbuhan/tanaman/sisa tanaman.
Tujuan: melindungi dari daya rusak butir hujan.
2.Memperbaiki dan menjaga tanah.
Tujuan: memperbesar daya serap tanah terhadap air, dan agar tanah resisten terhadap proses penghancuran agregat dan pengangkutan.
3.Mengatur aliran permukaan, dengan saluran.
Tujuan: agar air mengalir dengan kecepatan yang tidak merusak dan memperbesar jumlah air yang terinfiltrasi.

METODE KONSERVASI
1)Metode Vegetatif
menggunakan tanaman/tumbuhan/sisa-sisa tanaman
2)Metode Mekanik
perlakuan fisik terhadap tanah (bangunan pencegah erosi)
3)Metode Kimia
a.menggunakan bahan-bahan kimia sintetis maupun alami.
b.dicampurkan ke tanah untuk pembentukan struktur tanah.

Metode Vegetatif
Fungsi:
Melindungi tanah dari daya perusak butir hujan.
Melindungi tanah dari daya perusak aliran.
Memperbaiki kapasitas infiltrasi tanah (transpirasi tanaman).
Efisiensi vegetasi dalam konservasi:



Macam-Macam Metode Vegetatif
a.Penanaman tanaman penutup tanah secara terus menerus.Digunakan untuk tanah yang tidak diusahakan (misal kelerengan tinggi)

b.Penanaman Strip (Strip Cropping)
š Penanaman memotong lereng / menurut kontur
 Berselang seling, tanaman semusim dengan penutup tanah
 Lebar strip 20 – 50 meter. Kelerengan 6 – 15 %
 Ada 3 tipe
•Menurut kontur
•Strip Lapangan
Lebar seragam, melintang lereng, dilakukan pada daerah dengan topografi tidak seragam
•Penanaman strip berpenyangga (buffer strip cropping)
-Strip rumput/legume dibuat datar engan strip-strip tanaman pokok
-Lebar strip bisa seragam / tidak
-Strip rumput diletakkan pada lereng yang kritis

c.Pergiliran tanaman dan pupuk hijau (conservation rotation)
Prinsip, seperti metode strip cropping

d.Sistem Pertanian Hutan (Agroforestry)
Mengintegrasikan tanaman pohon dengan tanaman rendah

e.Pemanfaatan sisa-sisa tanaman
Mulsa
• Daun/batang tumbuhan dipotong-potong kemudian disebarkan ke permukaan tanah (setebal 25-30 cm).
• Sebaiknya sisa tanaman yang proses pelapukannya lambat (batang jagung, sorgum, jerami padi, dsb.)

Mekanisme mulsa:
1) Mengurangi erosi dengan cara meredam energi hujan yang jatuh
2) Mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan
3) Mengurangi daya gerus aliran permukaan
4) Meningkatkan kegiatan biologi tanah dan dalam proses perombakannya akan terbentuk senyawa organik penting untuk pembentukan struktur tanah ® meningkatkan kemampuan menyerap air.

Pupuk Hijau
•Dibenamkan ke dalam lubang tanah (20-30 m) yang memanjang memotong lereng secara merata di seluruh bidang tanah.
•Bahan dipilih yang mudah lapuk

Metode Mekanik
Perlakuan fisik dan mekanik ® Pembuatan bangunan
Fungsi:
a)Mengurangi/memperlambat aliran permukaan.
b)Meningkatkan kemampuan penggunaan tanah.
c)Menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak.
d)Memperbesar dan memperbaiki infiltrasi air ke dalam tanah.
e)Penyediaan air bagi tanaman.

Macam-macam Metode Mekanik
1)Pengolahan tanah (Tillage)
Perlakuan teknis untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman (sebagai tempat tumbuh bibit, daerah perakaran, membenamkan sisa tanaman, dan memberantas gulma).
a)Pengolahan Tanah kurang / bahkan merugikan konservasi.
b)Pengolahan tanah berorientasi konservasi:
•Pengolahan tanah seperlunya saja (minimum tillage)
•Pengolahan tanah pada kandungan air tepat (pF 3 – 4)
•Pemberantasan gulma menggunakan herbisida.
•Merubah kedalaman pengolahan.

(2)Pengolahan tanah menurut kontur (contour cultivation)
- Pembajakan tanah melintang / memotong lereng
- Lebih efektif jika diikuti penanaman menurut kontur
Keuntungan:
Terdapat penghambat aliran permukaan
Memungkinkan penyerapan air lebih besar ® di daerah kering
Menghindarkan pengangkutan tanah

(3) Guludan
(4) Guludan bersaluran
(5) Parit/Saluran Pengelak (diversion ditch)
Dibuat melintang lereng, untuk menampung air dan mengalirkan ke saluran pembuang utama.
Besarnya tergantung laju puncak aliran yang terhitung.
(6) Teras
Teras tangga/bangku
Teras berdasar lebar
Teras berdasar sempit

(7) Balong/waduk, Dam penghambat, Rorak, dan Tanggul
Berfungsi untuk mengurangi jumlah dan kecepatan aliran permukaan, sehingga air dapat meresap ke dalam tanah. Selain itu air yang tertampung juga bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain.

Metode Kimia
 Penggunaan preparat kimia sintetis maupun alami
 Untuk mendukung proses pembentukan agregat/struktur tanah

Sejak 1972 ditambah,
 Merubah sifat-sifat hidrofobik/hidrofilik tanah sehingga merubah kurva penahanan air.
 Mengurangi dan meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah ® memperngaruhi kemampuan tanah untuk menahan unsur hara. Preparat kimia ® SOIL CONDITIONER (Pemantap struktur tanah)

Keunggulan:
 Tahan terhadap serangan mikroba
 Dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman semusin (pada tanah liat berat)
 Mempertinggi permeabilitas tanah sehingga erosi berkurang.

II. MINIMUM TILLAGE
Pengolahan tanah intensif memerlukan biaya yang tinggi, disamping mempercepat kerusakan sumber daya tanah. Pada umumnya saat dilakukan pengolahan tanah, lahan dalam keadaan terbuka, tanah dihancurkan oleh alat pengolah, sehingga agregat tanah mempunyai kemantapan rendah. Jika pada saat tersebut terjadi hujan, tanah dengan mudah dihancurkan dan terangkut bersama air permukaan (erosi). Untuk jangka panjang, pengolahan tanah yang terus-menerus mengakibatkan pemadatan pada lapisan tanah bagian bawah lapisan olah, hal demikian menghambat pertumbuhan akar. Untuk mengatasi kerusakan karena pengolahan tanah, akhir-akhir ini diperkenalkan sistim pengolahan tanah minimum (Minimum Tillage) yang diikuti oleh pemberian mulsa dapat meningkatkan produksi pertanian.Pengolahan tanah minimum.

Pengertian
(Minimum Tillage) adalah pengolahan tanah yang dilakukan secara terbatas atau seperlunya tanpa melakukan pengolahan tanah pada seluruh areal lahan.

Manfaat
1. Mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan aliran pemukaan
2. Mengamankan dan memelihara produktifitas tanah agar tercapai produksi yang setinggi-tingginya dalam waktu yang tidak terbatas.
3. Meningkatkan produksi lahan usahatani.
4. Menghemat biaya pengolahan tanah, waktu dan tenaga kerja.
Pada pertanian lahan kering dengan jenis tanah podsolik yang lapisan olahnya tipis dan peka akan erosi, bahan organik sangat berperan untuk neningkatkan kesuburan dan produktifitas lahan. Hilangnya bahan organik, antara lain karena pengolahan tanah yang terlalu sering, tanah menjadi terbuka sehingga terjadi kenaikan suhu yang mempercepat hilangnya unsur hara dalam tanah. Pada tanah yang tidak diolah biasanya akar tanaman hanya mampu menembus sampai kedalaman 30 - 40 cm. Untuk mengatasi hal itu maka diperlukan pengolahan tanah seperlunya saja yaitu disekitar lobang tanaman diikuti dengan pemberian mulsa.

III. KARAKTERISTIK TANAH
Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh & berkembangnya perakaran penopang tegak tumbuhnya tanaman dan menyuplai kebutuhan air dan udara; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi (senyawa organik dan anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial seperti: N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl); dan secara biologi berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman, yang ketiganya secara integral mampu menunjang produktivitas tanah untuk menghasilkan biomass dan produksi baik tanaman pangan, tanaman obat-obatan, industri perkebunan, maupun kehutanan.

Fungsi Tanah
1.Tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran
2.Penyedia kebutuhan primer tanaman (air, udara, dan unsur-unsur hara)
3.Penyedia kebutuhan sekunder tanaman (zat-zat pemacu tumbuh: hormon, vitamin, dan asam-asam organik; antibiotik dan toksin anti hama; enzim yang dapat meningkatkan kesediaan hara)
4.Sebagai habitat biota tanah, baik yang berdampak positif karena terlibat langsung atau tak langsung dalam penyediaan kebutuhan primer dan sekunder tanaman tersebut, maupun yang berdampak negatif karena merupakan hama & penyakit tanaman.

Dua Pemahaman Penting tentang Tanah:
1.Tanah sebagai tempat tumbuh dan penyedia kebutuhan tanaman, dan
2.Tanah juga berfungsi sebagai pelindung tanaman dari serangan hama & penyakit dan dampak negatif pestisida maupun limbah industri yang berbahaya.

Oxisol
Oxisol, adalah tanah yang telah mengalami pelapukan tingkat lanjut di daerah-daerah subtropis dan tropis. Kandungan tanah ini didominasi oleh mineral-mineral dengan aktivitas rendah, seperti kwarsa, kaolin, dan besi oksida. Tanah ini memiliki kesuburan alami yang rendah. Reaksi jenis tanah ini adalah masam, kandungan Al yang tinggi, unsur hara rendah, sehingga diperlukan pengapuran dan pemupukan serta pengelolaan yang baik agar tanah dapat menjadi produktif dan tidak rusak. Oxisol meliputi sekitar 8% dari daratan dunia. Adapun di Indonesia, banyak dijumpai di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.

Tanah yang termasuk ordo Oxisol merupakan tanah tua sehingga mineral mudah lapuk tinggal sedikit. Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga kapasitas tukar kation (KTK) rendah, yaitu kurang dari 16 me/100 g liat. Banyak mengandung oksida-oksida besi atau oksida Al. Berdasarkan pengamatan di lapang, tanah ini menunjukkan batas-batas horison yang tidak jelas. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Latosol (Latosol Merah & Latosol Merah Kuning), Lateritik, atau Podzolik Merah Kuning.

Inceptisol
Inceptisol adalah tanah-tanah yang menyebar mulai di lingkungan iklim semiarid (agak kering) sampai iklim lembap. Memiliki tingkat pelapukan dan perkembangan tanah yang tergolong sedang .

Umumnya tanah ini bekembang dari formasi geologi tuff volkan, namun ada juga sebagian yang terbentuk dari batuan sedimen seperti batu pasir (sandstone), batu lanau (siltstone), atau batu liat (claystone).
Pemanfaatannya pun oleh manusia bervariasi sangat luas pula, mulai untuk bercocok tanam hortikultura tanaman pangan, sampai dikembangkan sebagai lahan-lahan perkebunan besar seperti sawit, kakao, kopi, dan lain sebagainya, bahkan pada daerah-daerah yang eksotis, dikembangkan pula untuk agrowisata. Inceptisol menyusun sekitar 17% dari tanah dunia diluar daratan es.

Tanah yang termasuk ordo Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada Entisol. Kata Inceptisol berasal dari kata Inceptum yang berarti permulaan. Umumnya mempunyai horison kambik. Tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial, Andosol, Regosol, Gleihumus, dll.

Ultisol
Ultisol, adalah tanah-tanah yang terbentuk di daerah yang lembap. Mengingat beberapa kendala dari tanah Ultisol, baik ditinjau dari segi fisik, kimia, maupun biologinya, maka tanah ini sebaiknya tidak digunakan untuk pertanian tanaman pangan terlalu intensif, dalam arti jangan ditanami tanaman semusim sepanjang tahun, tetapi perlu diselingi dengan tanaman pupuk hijau, serta lebih ditingkatkan penggunaan dan penanaman berbagai jenis tanaman leguminosa.Ultisol diperkirakan meliputi sekitar 8% dari lahan-lahan di dunia.

Tanah yang termasuk ordo Ultisol merupakan tanah-tanah yang terjadi penimbunan liat di horison bawah, bersifat masam, kejenuhan basa pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah kurang dari 35%. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Podzolik Merah Kuning, Latosol, dan Hidromorf Kelabu.

Entisol
Entisol terjadi di daerah dengan bahan induk dari pengendapan material baru atau di daerah-daerah tempat laju erosi atau pengendapan lebih cepat dibandingkan dengan laju pembentukan tanah; seperti daerah bukit pasir, daerah dengan kemiringan lahan yang curam, dan daerah dataran banjir. Pertanian yang dikembangkan di tanah ini umumnya adalah padi sawah secara monokultur atau digilir dengan sayuran/palawija. Entisol diperkirakan terdapat sekitar 16% dari permukaan daratan bumi, di luar daratan es.

Andisol
Andisol, yaitu tanah yang pembentukannya melalui proses-proses pelapukan yang menghasilkan mineral-mineral dengan struktur kristal yang cukup rapih. Mineral-mineral ini mengakibatkan Andisol memiliki daya pegang terhadap unsur hara dan air yang tinggi.

Tanah ini umumnya dijumpai di daerah-daerah yang dingin (pada ketinggian di atas 1000 m dpl) dengan tingkat curah hujan yang sedang sampai tinggi, terutama daerah-daerah yang ada hubungannya dengan material volkanik.
Andisol cenderung menjadi tanah yang cukup produktif, terutama setelah diberi masukan amelioran (seperti pupuk anorganik). Andisol seringkali dimanfaatkan orang untuk pengembangan pertanian tanaman pangan dan sayur-sayuran atau bunga-bungaan (seperti di daerah Lembang Kabupaten Bandung). Andisol diperkirakan meliputi sekitar 1% dari luas permukaan daratan dunia di luar daratan es. Pada pertanian lahan kering dengan jenis tanah podsolik yang lapisan olahnya tipis dan peka akan erosi, bahan organik sangat berperan untuk neningkatkan kesuburan dan produktifitas lahan. Hilangnya bahan organik, antara lain karena pengolahan tanah yang terlalu sering, tanah menjadi terbuka sehingga terjadi kenaikan suhu yang mempercepat hilangnya unsur hara dalam tanah. Pada tanah yang tidak diolah biasanya akar tanaman hanya mampu menembus sampai kedalaman 30 - 40 cm. Untuk mengatasi hal itu maka diperlukan pengolahan tanah seperlunya saja yaitu disekitar lobang tanaman diikuti dengan pemberian mulsa.















DAFTAR PUSTAKA


Addiscott, T.M dan A.R. Dexter, A.R. (1994) “Tillage and Crop Residue Management Effects on Losses of Chemicals from Soils” Soil and Tillage Research, Volume 30, Issues 2-4, June, hlm. 125-168.
Arsyad, Sitanala (2006). Konservasi Tanah dan Air, Ed. Ke-2, Penerbit IPB, Bogor, hlm. 122, 148
Dooletter, John B., and James W. Smyle, “Soil and Moisture Consevation Technologies : Review of Literature”, in John B. Doolette and William B Magrath, eds, watershed Development in Asia-Strategies and Technologies, World Bank Technical paper Number 127, Wahington, D.C. 1990.
Foth H. D. 1994. Dasar - Dasar Ilmu Tanah. Terjemahan Soenartono Adi soemarto. Edisi keenam. Erlangga, Jakarta.
Gajri, P.R dan Prihar, S.S. (1994). “Role of Tillage in Crop Production-The Indian Experience”, 8th ISCO Conference: Soil and Water Conservation: Challenges and Opportunities, Volume 2, New Delhi, hlm.1305-1320.
Gangwar, K.S. dkk (2006) “Alternative Tillage and Crop Residue Management in Wheat after Rice in Sandy Loam Soils of Indo-Gangetic Plains” Soil and Tillage Research, Volume 88, Issues 1-2, July, hlm. 242-252.
Govaerts, Bram dkk (2007) "Infiltration, Soil Moisture, Root Rot and Nematode Populations after 12 years of Different Tillage, Residue and Crop Rotation Managements” Soil and Tillage Research, Volume 94, Issue 1, May, hlm. 209-219.
Hakim, N. M. Y. Nyakpa., A. M. Lubis., S. G. Nugroho., M. R. Soul., M. A. Diha., G. B. Hong dan H. H. Bailey. 1986. Dasar - Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung.
Khera, K.L. dan Kukal, S.S. (1994). “Soil and Water Conservation through Crop Cover and Residue Management, , 8th ISCO Conference: Soil and Water Conservation: Challenges and Opportunities, Volume 2, New Delhi, hlm. 1295-1304.
Nikita dkk (2009) “Earthworm Populations and Growth Rates Related to Long-term Crop Residue and Tillage Management” Soil and Tillage Research, Volume 104, Issue 2, July, hlm. 311-316
Rao, K.P.C., dkk (1994). “Effect of Soil Management Practices on Runoff and Infiltration Processes of Hardsetting Alfisol in Semi-Arid Tropics”, 8th ISCO Conference: Soil and Water Conservation: Challenges and Opportunities, Volume 2, New Delhi, hlm.1287-1293.
Roldán, A dkk., (2003). “No-Tillage, Crop Residue Additions, and Legume Cover Cropping Effects on Soil Quality Characteristics under Maize in Patzcuaro Watershed (Mexico)” Soil and Tillage Research, Volume 72, Issue 1, July, hlm. 65-73.
Sandretto, Carmen. Agricultural Chemicals and Production Technology: Glossary http://www.ers.usda.gov/Briefing/AgChemicals/glossary.htm [21 December 2000]
Scherts, D.L. dan Kemps, W.D. (1994). “Crop Residue Management System and Their Role in Achieving a Sustainable, Productive Agriculture”, 8th ISCO Conference: Soil and Water Conservation: Challenges and Opportunities, Volume 2, New Delhi,hlm.1255-1265.
Sinukaban, Naik (2007). Konservasi Tanah dan Air: Kunci Pembangunan Berkelanjutan. Direktorat Jenderal RLPS, Ed. Ke-1, hlm.
Sparrow, Stephen D., dkk., (2006). “Soil Quality Response to Tillage and Crop Residue Removal under Subarctic Conditions” Soil and Tillage Research, Volume 91, Issues 1-2, December, hlm. 15-21.
Wikipedia, 2010. http://id.wikipedia.org/wiki/Konservasi
Williams, John D., dkk. (2000) "Mow-Plow Crop Residue Management Influence on Soil Erosion in North-Central Oregon” Soil and Tillage Research, Volume 55, Issues 1-2, May, hlm. 71-78.