Rabu, 09 November 2011

DORMANSI BENIH

Benih adalah simbol dari suatu permulaan, ia merupakan inti dari kehidupan dalam semesta dan yang paling penting adalah kegunaannya sebagai penyambung dari kehidupan tanaman. Dan benih juga merupakan alat untuk menyebarkan kehidupan baru dari suatu tempat ke tempat lain dengan kekuatannya atau manusia dari suatu tumbuhan. Terdapat beberapa macam benih yang tidak dapat berkecambah meskipun telah diberikan perlakuan yang cukup. Benih yang demikian masih berada dalam keadaan dormansi.

Dormansi dapat dikatakan sebagai masa istirahat atau keadaan benih pada fase istirahat akan tetapi tetap masih melangsungkan proses metabolisme seperti respirasi. Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak dapat berkecambah walaupun diletakan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan.

Dormansi pada benih dapat berlangsung selama beberapa hari, semusim bahkan sampai beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan dormansinya. Secara tidak langsung benih dapat menghindarkan dirinya dari kemusnahan alam. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji ataupun keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi dari kedua kedaan tersebut.

Pertumbuhan tidak akan terjadi selama benih belum melalui masa dormansinya, atau sebelum dikenakan suatu perlakuan khusus terhadap benih tersebut. Dormansi dapat dipandang sebagai salah satu keuntungan biologis dari benih dalam mengadaptasikan siklus pertumbuhan tanaman terhadap keadaan lingkungannya, baik musim maupun variasi-variasi yang kebetulan terjadi.

1. Penyebab Terjadinya Dormansi

Benih yang mengalami dormansi ditandai oleh :
* Rendahnya / tidak adanya proses imbibisi air.
* Proses respirasi tertekan / terhambat.
* Rendahnya proses mobilisasi cadangan makanan
* Rendahnya proses metabolisme cadangan makanan.

Kondisi dormansi mungkin dibawa sejak benih masak secara fisiologis ketika masih berada pada tanaman induknya atau mungkin setelah benih tersebut terlepas dari tanaman induknya. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan fisiologis dari embrio atau bahkan kombinasi dari kedua keadaan tersebut.
2. Tipe Dormansi

Secara umum menurut Aldrich (1984), dormansi dikelompokkan menjadi 2 tipe yaitu :
a. Innate dormansi (dormansi primer)
Dormansi primer merupakan bentuk dormansi yang paling umum dan terdiri atas dua macam yaitu dormansi eksogen dan dormansi endogen. Dormansi eksogen adalah kondisi dimana persyaratan penting untuk perkecambahan (air, cahaya, suhu) tidak tersedia bagi benih sehingga gagal berkecambah. Tipe dormansi ini biasanya berkaitan dengan sifat fisik kulit benih (seed coat). Tetapi kondisi cahaya ideal dan stimulus lingkungan lainnya untuk perkecambahan mungkin tidak tersedia.

Faktor-faktor penyebab dormansi eksogen adalah air, gas, dan hambatan mekanis. Benih yang impermeabel terhadap air dikenal sebagai benih keras (hard seed). Metode pematahan dormansi eksogen yaitu: (1) Skarifikasi mekanis untuk menipiskan testa, pemanasan, pendinginan (chilling), perendaman dalam air mendidih, pergantian suhu drastis; (2) Skarifikasi kimia untuk mendegradasi testa, yaitu asam sulfat. Untuk testa yang mengandung senyawa tak larut air yang menghalangi masuknya air ke benih, maka pelarut organik seperti alkohol dan aseton dapat digunakan untuk melarutkan dan memindahkan 2 senyawa tersebut sehingga benih dapat berkecambah. Dormansi endogen dapat dipatahkan dengan perubahan fisiologis seperti pemasakan embrio rudimenter, respon terhadap zat pengatur tumbuh, perubahan suhu, ekspos ke cahaya.

b. Induced dormansi (dormansi sekunder)
Dormansi sekunder disini adalah benih-benih yang pada keadaan normal maupun berkecambah, tetapi apabila dikenakan pada suatu keadaan yang tidak menguntungkan selama beberapa waktu dapat menjadi kehilangan kemampuannya untuk berkecambah. Kadang-kadang dormansi sekunder ditimbulkan bila benih diberi semua kondisi yang dibutuhkan untuk berkecambah kecuali satu. Misalnya kegagalan memberikan cahaya pada benih yang membutuhkan cahaya.

Diduga dormansi sekunder tersebut disebabkan oleh perubahan fisik yang terjadi pada kulit biji yang diakibatkan oleh pengeringan yang berlebihan sehingga pertukaran gas-gas pada saat imbibisi menjadi lebih terbatas.

Dormansi yang disebabkan oleh hambatan metabolis pada embrio. Dormansi ini dapat disebabkan oleh hadirnya zat penghambat perkecambahan dalam embrio. Zat-zat penghambat perkecambahan yang diketahui terdapat pada tanaman antara lain : Ammonia, Abcisic acid, Benzoic acid, Ethylene, Alkaloid, Alkaloids Lactone (Counamin) dll. Counamin diketahui menghambat kerja enzim-enzim penting dalam perkecambahan seperti Alfa dan Beta amilase.

Sedangkan menurut Sutopo (1985) Dormansi dikelompokkan menjadi 2 tipe yaitu :
a. Dormansi Fisik
Dormansi Fisik disebabkan oleh pembatasan struktural terhadap perkecambahan biji, seperti kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas-gas ke dalam biji.

Beberapa penyebab dormansi fisik adalah :
 Impermeabilitas kulit biji terhadap air
Benih-benih yang termasuk dalam type dormansi ini disebut sebagai “Benih keras” karena mempunyai kulit biji yang keras dan strukturnya terdiri dari lapisan sel-sel serupa palisade berdinding tebal terutama di permukaan paling luar. Dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin dan bahan kutikula.

 Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio
Disini kulit biji cukup kuat sehingga menghalangi pertumbuhan embrio. Jika kulit biji dihilangkan, maka embrio akan tumbuh dengan segera.

 Permeabilitas yang rendah dari kulit biji terhadap gas-gas
Pada dormansi ini, perkecambahan akan terjadi jika kulit biji dibuka atau jika tekanan oksigen di sekitar benih ditambah. Pada benih apel misalnya, suplai oksigen sangat dibatasi oleh keadaan kulit bijinya sehingga tidak cukup untuk kegiatan respirasi embrio. Keadaan ini terjadi apabila benih berimbibisi pada daerah dengan temperatur hangat.

b. Dormansi Fisiologis
Dormansi Fisiologis, dapat disebabkan oleh sejumlah mekanisme, tetapi pada umumnya disebabkan oleh zat pengatur tumbuh, baik yang berupa penghambat maupun perangsang tumbuh.

Beberapa penyebab dormansi fisiologis adalah :
 Immaturity Embrio
Pada dormansi ini perkembangan embrionya tidak secepat jaringan sekelilingnya sehingga perkecambahan benih-benih yang demikian perlu ditunda. Sebaiknya benih ditempatkan pada tempe-ratur dan kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrionya terbentuk secara sempurna dan mampu berkecambah.
 After ripening
Benih yang mengalami dormansi ini memerlukan suatu jangkauan waktu simpan tertentu agar dapat berkecambah, atau dika-takan membutuhkan jangka waktu “After Ripening”. After Ripening diartikan sebagai setiap perubahan pada kondisi fisiologis benih selama penyimpanan yang mengubah benih menjadi mampu berkecambah. Jangka waktu penyimpanan ini berbeda-beda dari beberapa hari sampai dengan beberapa tahun, tergantung dari jenis benihnya.

Tipe dormansi lain selain dormansi fisik dan fisiologis adalah kombinasi dari beberapa tipe dormansi. Tipe dormansi ini disebabkan oleh lebih dari satu mekanisme. Sebagai contoh adalah dormansi yang disebabkan oleh kombinasi dari immaturity embrio, kulit biji indebiscent yang membatasi masuknya O2 dan keperluan akan perlakuan chilling.

 Cara praktis memecahkan dormansi pada benih tanaman pangan.
Untuk mengetahui dan membedakan/memisahkan apakah suatu benih yang tidak dapat berkecambah adalah dorman atau mati, maka dormansi perlu dipecahkan. Masalah utama yang dihadapi pada saat pengujian daya tumbuh/kecambah benih yang dormansi adalah bagaimana cara mengetahui dormansi, sehingga diperlukan cara-cara agar dormansi dapat dipersingkat.

3. Cara-Cara Mematahkan Dormansi Benih

a. Dengan perlakuan mekanis.
Diantaranya yaitu dengan Skarifikasi.
Skarifikasi mencakup cara-cara seperti mengkikir/menggosok kulit biji dengan kertas amplas, melubangi kulit biji dengan pisau, memecah kulit biji maupun dengan perlakuan goncangan untuk benih-benih yang memiliki sumbat gabus.

Tujuan dari perlakuan mekanis ini adalah untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permeabel terhadap air atau gas.

b. Dengan perlakuan kimia.
Tujuan dari perlakuan kimia adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah. Bahan kimia lain yang sering digunakan adalah potassium hidroxide, asam hidrochlorit, potassium nitrat dan Thiourea. Selain itu dapat juga digunakan hormon tumbuh antara lain: Cytokinin, Gibberelin dan iuxil (IAA).

Sebagai contoh dengan perlakuan kimia:
* Perendaman benih ubi jalar dalam asam sulfat pekat selama 20 menit sebelum tanam.
* Perendaman benih padi dalam HNO3 pekat selama 30 menit.
* Pemberian Gibberelin pada benih terong dengan dosis 100 - 200 PPM.

c. Perlakuan perendaman dengan air.
Perlakuan perendaman di dalam air panas dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih.
Caranya yaitu : dengan memasukkan benih ke dalam air panas pada suhu 60 - 70 0C dan dibiarkan sampai air menjadi dingin, selama beberapa waktu. Untuk benih apel, direndam dalam air yang sedang mendidih, dibiarkan selama 2 menit lalu diangkat keluar untuk dikecambahkan.

d. Perendaman dengan air panas
Perlakuan perendaman di dalam air panas merupakan salah satu cara memecahkan masa dormansi benih. HCL adalah salah satu bahan kimia yang dapat mengatasi masalah dormansi pada benih.

e. Perlakuan dengan suhu.
Cara yang sering dipakai adalah dengan memberi temperatur rendah pada keadaan lembab (Stratifikasi). Selama stratifikasi terjadi sejumlah perubahan dalam benih yang berakibat menghilangkan bahan-bahan penghambat perkecambahan atau terjadi pembentukan bahan-bahan yang merangsang pertumbuhan. Kebutuhan stratifikasi berbeda untuk setiap jenis tanaman, bahkan antar varietas dalam satu famili.

f. Perlakuan dengan cahaya.
Cahaya berpengaruh terhadap prosentase perkecambahan benih dan laju perkecambahan. Pengaruh cahaya pada benih bukan saja dalam jumlah cahaya yang diterima tetapi juga intensitas cahaya dan panjang hari.






Tipe dormansi Karakteristik Contoh spesies Metode pematahan dormansi
Alami Buatan
Immature embryo Benih secara fisiologis belum mampu berkecambah, karena embryo belum masak walaupun biji sudah masak Fraxinus excelcior, Ginkgo biloba, Gnetum gnemon Pematangan secara alami setelah biji disebarkan Melanjutkan proses fisiologis pemasakan embryo setelah biji mencapai masa lewat-masak (after-ripening)
Dormansi mekanis Perkembangan embryo secara fisis terhambat karena adanya kulit biji/buah yang keras Pterocarpus, Terminalia spp, Melia volkensii Dekomposisi bertahap pada struktur yang keras Peretakan mekanis
Dormansi fisis Imbibisi/penyerapan air terhalang oleh lapisan kulit biji/buah yang impermeabel Beberapa Legum & Myrtaceae Fluktuasi suhu Skarifikasi mekanis, pemberian air panas atau bahan kimia
Dormansi chemis Buah atau biji mengandung zat penghambat (chemical inhibitory compound) yang menghambat perkecambahan Buah fleshy (berdaging) Pencucian (leaching) oleh air, dekomposisi bertahap pada jaringan buah Menghilangkan jaringan buah dan mencuci bijinya dengan air
Foto
dormansi Biji gagal berkecambah tanpa adanya pencahayaan yang cukup. Dipengaruhi oleh mekanisme biokimia fitokrom Sebagian besar spesies temperate, tumbuhan pioneer tropika humida seperti eucalyptus dan Spathodea Pencahayaan Pencahayaan
Thermo
dormansi Perkecambahan rendah tanpa adanya perlakuan dengan suhu tertentu Sebagian besar spesies temperate, tumbuhan pioneer daerah tropis-subtropis kering, tumbuhan pioneer tropika humida Penempatan pada suhu rendah di musim dingin
Pembakaran
Pemberian suhu yang berfluktuasi Stratifikasi atau pemberian perlakuan suhu rendah
Pemberian suhu tinggi
Pemberian suhu berfluktuasi





DAFTAR PUSTAKA

Bradbeer, J.W. 1989. Seed Dormancy and Germination. Chapman & Hall, New York. 146p.

Byrd, H.W. 1988. Pedoman Teknologi Benih (Terjemahan). State College. Mississipi.

http://marufah.blog.uns.ac.id/pertanian/
http://veganojustice.wordpress.com/2011/10/12/dormansi-dan-uji-tetrazolium/
Ilyas, S. dan W.T. Diarni. 2007. Persistensi dan Pematahan Dormansi Benih. Jurnal Agrista 11 (2): 92-101.